Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) di Perguruan Tinggi: Implementasi Permendikbud No. 55 Tahun 2024

Kekerasan seksual di lingkungan perguruan tinggi merupakan masalah serius yang memerlukan penanganan sistematis. Menyadari urgensinya, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) menerbitkan Permendikbud No. 55 Tahun 2024 untuk memperkuat upaya pencegahan dan penanganan kekerasan di perguruan tinggi, termasuk kekerasan seksual, fisik, dan psikis. Regulasi ini menggantikan aturan sebelumnya, memberikan landasan hukum yang lebih komprehensif dan mengatur aspek pendanaan, pelaporan, hingga pembentukan Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan (Satgas PPK) di kampus.
Fokus Utama Permendikbud No.
55 Tahun 2024
- Pendanaan yang Jelas: Setiap perguruan
tinggi wajib mengalokasikan dana untuk mencegah dan menangani kasus
kekerasan, termasuk pelaksanaan program sosialisasi dan pelatihan bagi
civitas academica.
- Cakupan Kekerasan yang Luas: Regulasi
mencakup kekerasan fisik, psikis, seksual, diskriminasi, perundungan,
hingga intoleransi berbasis kebijakan.
- Satgas PPK: Kampus wajib membentuk Satgas
PPK yang bertugas menangani laporan, melakukan investigasi, dan memberikan
rekomendasi sanksi. Perekrutan anggota Satgas kini lebih sederhana,
memperhatikan kemampuan sumber daya manusia di kampus.
Tantangan dalam Implementasi
Beberapa tantangan utama dalam
penerapan kebijakan ini adalah:
- Minimnya Pelaporan: Banyak korban enggan
melapor karena stigma atau kurangnya dukungan.
- Sumber Daya Terbatas: Perguruan tinggi kecil
mungkin kesulitan membentuk Satgas yang efektif.
- Sosialisasi yang Belum Merata: Kampus
dituntut aktif menyosialisasikan keberadaan Satgas dan kanal pengaduan.
Langkah Solutif
- Edukasi Civitas Academica: Melibatkan
mahasiswa, dosen, dan tenaga kependidikan dalam pelatihan pencegahan
kekerasan.
- Mekanisme Pengaduan yang Aman: Menyediakan
kanal pelaporan yang ramah korban dan menjamin kerahasiaan data.
- Kolaborasi dengan Lembaga Eksternal: Kampus
dapat bermitra dengan lembaga perlindungan perempuan atau organisasi
sosial untuk memperkuat penanganan kasus.
Dampak Diharapkan
Implementasi regulasi ini
diharapkan menciptakan lingkungan kampus yang lebih aman, inklusif, dan
responsif terhadap kebutuhan korban kekerasan. Dengan keberanian korban untuk
melapor serta dukungan aktif dari kampus, kasus kekerasan di perguruan tinggi dapat
dicegah dan ditangani secara efektif.
Regulasi ini mencerminkan
komitmen pemerintah untuk memprioritaskan hak dan keselamatan mahasiswa serta
menciptakan ruang akademik yang bebas dari segala bentuk kekerasan.